For English version

Thursday, January 21, 2016

Belajar adalah kebiasaan

Sebelum bisa mengemudikan mobil sendiri, saya pikir, orang yang bisa setir mobil sendiri itu adalah orang yang hebat, dan membuat iri hati. Mereka bisa pergi kemana saja, tanpa harus kuatir cari kendaraan umum, hebatnya lagi, mereka seperti jadi orang yang penting di keluarga dan diantara teman-teman.

Kemudian, waktu usia saya sudah cukup untuk belajar mengemudikan mobil. Saya kaget setengah mati ketika guru mengemudi saya mengajak saya untuk langsung praktik mengemudi di jalanan kota, yang kadang-kadang macet, dan penuh sliweran sepeda motor. Padahal, saya baru satu jam mengerti soal kopling, rem, gas dan lampu sein. " Ini guru, sembrono banget, kalau nabrak bagaimana", pikir saya. Tapi, tampang guru saya yang sudah lima puluh tahunan, kelihatan galak dan tidak ada rasa kuatir sedikitpun. Suaranya pun, sedikit keras, dan membuat keder di hati. Jadi, setengah terpaksa, saya ikuti instruksinya walaupun gemetaran.
Saking nervousnya, walaupun mobil dalam kondisi ber ac, tetap saja, keringat mengucur dengan deras di sekujur badan, tangan dingin seperti es. Tapi tetap saja guru saya, tampangnya galak dan suaranya terdengar lebih keras dan sadis. Akhirnya, dari pada ragu-ragu dan nervous terus, saya tekadkan diri saya untuk menguasai mobil yang saya kendarai. Toh, kalau ragu-ragu terus, saya tidak akan belajar apa-apa, malah rugi waktu dan biaya les.

Tak lama berselang, kurang lebih setelah belajar 40 jam dalam dua minggu, saya mulai bisa mengendarai mobil dengan santai, tidak ada lagi keringat mengucur, dan tangan dingin, bahkan guru saya tampangnya mulai kelihatan lebih lembut dan senang ngajak ngobrol, walaupun sekali-sekali sering teriak " awas, ada mobil".

Kalau di pikir-pikir, dalam 40 jam saja, saya yang awalnya tidak tahu apa-apa soal mengendarai mobil,  akhirnya bisa menjadi salah satu orang hebat yang mengendarai mobil. Takjub juga, dengan kemampuan manusia untuk belajar dan menguasai sesuatu hal yang sebelumnya tidak di ketahui.

Dulu, saya pikir belajar itu sulit, dan lebih enak nongkrong ngga jelas bareng teman-teman di cafe. Tapi setelah pengalaman belajar mengemudikan mobil, saya tahu kesalahan saya dalam belajar. yaitu tidak menjadikan pengetahuan yang saya pelajari sebagai kebiasaan sehari-hari. Misalnya, waktu belajar bahasa mandarin, susahnya minta ampun, karena gampang lupa, tapi setelah saya ajak teman atau keluarga saya ngomong bahasa mandarin yang sehari-hari di pakai, saya yakin dalam 40 jam, saya bisa ngomong mandarin, semahir saya mengemudikan mobil.



0 comments: